JAKARTA – Legenda Mixed Martial Arts (MMA) Indonesia, Fransino Tirta, menceritakan tentang masa keemasannya saat masih bertarung di atas oktagon.
Pada era 2000-an, Fransino Tirta yang dijuluki "Pitbull" salah satu petarung Indonesia yang selalu haus dengan kemenangan.
Semua lawan-lawan yang datang menghadang, bahkan petarung yang lebih dulu darinya, mampu dihabisi oleh Fransino Tirta.
Dari 17 kali pertarungan, baik di level nasional maupun internasional, pemilik sabuk hitam kedua Brazilian Jiu Jitsu itu tercatat belum pernah kalah.
Fransino Tirta memulai karier profesionalnya di ajang TPI Fighting Championship. Ini adalah wadah satu-satunya untuk atlet MMA Indonesia bertanding.
Karier Fransino di TPI Fighting Championship begitu moncer. Semua lawan-lawannya mampu ia habisi. Bahkan Fransino Tirta yang tampil di kelas ringan mampu mengalahkan lawan tanding dengan bobot berat badan di atasnya.
TPI Fighting Championship ketika itu sempat membuat Grand Turnamen Absolute, di mana ini adalah turnamen yang mempertandingkan petarung lintas divisi atau berbeda bobot berat badan. Bagaimana ceritanya?
Kepada tim redaksi One Pride MMA, Fransino Tirta menceritakan perjalanan karier profesionalnya di MMA. Berikut wawancaranya:
Q: Boleh dijelaskan saat anda berkarier di ajang TPI Fighting Championship, apakah langsung mengikuti turnamen absolute?
“Sebelum turnamen, saya dipertemukan melawan Ngabdi Mulyadi. Namanya special fight, saya kelas ringan melawan Ngabdi yang berada di kelas menengah.”
Q: Bagaimana bisa ditawarin bermain absolute?
“Pada saat itu 16 petarung terbaik dikumpulkan di meeting, jadi TPI Fighting Championship ingin membuat Grand Tournament, hadiah-nya sekian.”
“Pada saat itu motivasi pertama-nya ialah uang baru setelah itu title juara kelas bebas.”
“Babak penyisihan di Desember 2004 dan 8 besar dan semi final dan finalnya di Januari 2005.”
Q: Bisa diceritakan bagaimana rasanya fight 1 malam selama 3 kali?
“Kalau persiapan seperti biasa pada saat itu di shark tank dan lain-lain.”
“Ketika masuk 8 besar itu nama-nama besar seperti Linson Simanjuntak, Gunawan dan Juara kelas berat-nya Waluyo.”
“Saya mikirnya pada yang ada di depan saya hajar dulu, pada saat itu saya melawan Ngabdi Mulyadi menang via decision.”
“Nafas masih megap-megapan, udah dipanggil lagi, Fransino lawan Linson. Pada saat itu kita jalanin aja. Dibilang capek ya capek, tapi sudah auto pilot kayanya.”
“Pada saat itu kelas bebas, jadi tidak ada weigh-in. Ngabdi biasa main di kelas middle (70 – 80 kg)”
“Semi final melawan Linson, Linson itu mantan juara kelas ringan dan juga juara grand tournament TPI yang pertama. Pada saat Linson juara, saya belum bergabung.”
“Linson pegulat, cukup tangguh, takedown-nya tangguh fisiknya oke dan dia salah satu yang diunggulkan. Strategi masih sama takedown bawa ke ground, coba finish di ground.”
Q: Bagaimana final melawan Gunawan Wijaya?
“Waktu penyisihan 3 ronde, kalau waktu final terus sampai ada yang nyerah. Saya menang via rear naked choke di ronde ke 4.”
“Gunawan background Kyokushin tapi dia juga juara Sanda.”